Minggu, 24 Oktober 2010

Unjuk Rasa yang Tidak Mendidik

TANGGAL 20 Oktober 2010 merupakan hari satu tahun Kabinet Indonesia Bersatu II dan tahun keenam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejumlah unsur masyarakat memperingatinya dengan menggelar unjuk rasa. Kita patut bersyukur unjuk rasa yang berlangsung di berbagai kota itu berlangsung relatif aman dan tertib.

Ada catatan kecil menyangkut cara berunjuk rasa, terutama yang dilakukan kelompok masyarakat berlabel mahasiswa. Di Jakarta, beberapa mahasiswa -yang kebanyakan dari perguruaun tinggi swasta-- memblokade Jalan Diponegoro. Ulah ini tentu disesalkan karena jalan itu merupakan jalan protokol yang merupakan "milik" semua anggota masyarakat. Jelas, jalan itu bukan milik sekelompok orang yang mengaku mahasiswa.


Di ujung jalan itu, terdapat fasilitas umum yang sangat penting yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), rumah sakit terbesar di Indonesia.Karena itu, blokade Jalan Diponegoro merupakan tindakan yang tidak terpuji. Siapa pun tidak boleh memblokade jalan umum. Efek blokade itu akan merugikan orang banyak, lebih khusus lagi orang yang sedang menderita dan membutuhkan pertolongan. Tindakan itu juga tidak mencerminkan kegiatan ilmiah, ciri yang melekat pada diri mahasiswa. Hanya orang marah dan dangkal pertimbangan saja yang melakukan itu.

Maka, ketika polisi berusaha membuka blokade itu, jelas itu merupakan tindakan yang benar. Ketika niat polisi dihalangi, maka aparat berseragam coklat itu berhak mengambil tindakan dengan standar operasional prosedurnya sendiri.

Penutupan Jalan Diponegoro merupakan bagian kecil dari sejumlah "pemaksaan kehendak" yang akhir-akhir ini menonjol dalam gerakan mahasiswa terutama yang berbentuk unjuk rasa. Banyak mahasiswa yang melakukan tindakan tidak ilmiah dengan mengusung semangat "pokoke". Jika ditangkap, ributlah korpnya dan kemudian muncul solidaritas yang lagi-lagi mencerminkan pemaksaan kehendak. Coba buka catatan, berapa kali oknum mahasiswa atau yang mengaku mahasiswa ditangkap polisi kemudian dibebaskan lagi karena tekanan solidaritas korp semacam itu. Bahkan dalam catatan kami, tidak satu pun tindakan mahasiswa yang sampai pada proses peradilan.

Gerakan mahasiswa jika bertujuan memberi kritik, masukan, dan saran, sangat kita dukung. Dalam sejarahnya, gerakan mahasiswa kita dapat kita katakan mampu memberi ktirik dan masukan bagi pihak yang dijadikan sasaran unjuk rasa. Tetapi di masa reformasi ini, unjuk rasa cenderung tidak memiliki alasan yang kuat untuk dilakukan. Contoh paling mutakhir adalah pengusungan tema "lengserkan Presiden SBY-Boediono" dalam sejumlah unjuk rasa. Apa yang salah pemerintahan Presiden SBY-Boediono sehingga harus dilengserkan? Apakah pilihan rakyat itu salah? Atau ada pelanggaran konstitusi yang dilakukan SBY-Boediono sehingga duet ini harus digulingkan? Dengan demikian, unjuk rasa yang mengharap presiden dilengserkan tidak menemukan alasan konstitusi yang tepat.

Lebih tidak masuk akal lagi adalah unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa Makassar. Unjuk rasa di "kota daeng" sangat itu kuat mengesankan adanya target "harus rusuh". Jika tidak terjadi kerusuhan, maka apa saja akan dijadikan target tindakan anarkistis. Polisi adalah target yang paling sering terbidik. Alhasil, bentrok mahasiswa dengan polisi sangat sering terjadi. Fasilitas polisi -yang dibeli dari uang rakyat-rusak atau hancur. Siapa yang rugi dengan tindakan anarkistis itu?

Para pengampu kepentingan di Makassar perlu duduk satu meja membahas masalah ini jika kita menginginkan tumbuhnya peran mahasiswa yang sehat dan politik yang mencerdaskan. Kasihan penduduk Makassar dididik dengan politik unjuk rasa anarkistis. Ini jelas tidak baik bagi masa depan rakyat. Pada akhirnya akan tercipta pemimpin yang anarkistis pula. Mengerikan bukan?

Semua pihak, termasuk mahasiswa harus melakukan pendidikan politik yang sehat kepada masyarakat. Pendidikan politik bagi rakyat yang terbaik adalah melalui perilaku politik yang baik. Unjuk rasa adalah salah satu perilaku yang seharusnya bisa dijadikan wahana untuk pendidikan politik yang sehat bagi rakyat.

by : Budi Winarno @ Jurnal Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persatuan dalam Islam...?

Adalah kenyataan pahit yang tidak bisa dipungkiri jika umat islam pada zaman ini telah berpecah belah dan terkotak-kotak, setiap kelompok me...